“Kenapa siy kamu mau menulis?
“Ngga bosan?
“Ngga ada bagus-bagusnya deh.”
.
Me-rewind ingatan lalu.
.
Sering kali urek – urek tulisan jadi bisa meluapkan rasa. Bahagia yang meletup-letup, tersedak sendu ataupun tersulut amarah. Kurang lebih, itulah si rasa yang saya ekspresikan dalam cerita harian sejak duduk di bangku sekolah saat muda belia nan lugu dulu. Hahaha. Pada masanya, memang belum paham betul seberapa penting memiliki teman berbagi cerita selain si Mama, itu-pun sebatas label “yang penting – penting” saja. Jadi, sudah bisa dipastikan saya berlama-lama di tempat tidur asik dengan buku harian atau bacaan komik.
Bisa terbilang, dulu boro-boro tau kalau sesi curhat “self talk” tertulis di diary kesayangan itu ternyata punya benefit untuk released stress kalau rutin dilakukan. Ngga terlintas sama sekali. Lebih ngga paham juga, kalau ternyata ada banyak modul Stress Management yang bilang: Expressive writing will help your stress and free up your mind. Yang terbesit pada saat itu hanya sudahlah simple saja, I do what I loved. Namanya juga masih kicik, trigger menulis hanya sekedar nyurcol kyenya. Apalagi si melankolis satu ini.
Banyak cerita yang mengalir secara spontanitas, punya me time, berbicara berkali – kali sama diri sendiri dan ini nih yang jadi juaranya bisa merasa lebih intimate. Sama siapa? Ya, diri sendirilah. Jaman kinyis-kinyis pun masih sangat jauh dan belum familiar dengan si introduction dalam tulisan atau closing statement di akhir cerita. Tapi, bukan akhir cerita kita #Eh.
Yang terpikir hanya menulis lagi-dan-lagi, semua-ayo-semua, dan udah merasa all out banget. Ya iyalah, karena pembacanya cuma diri sendiri, pasti all out ekspresinya. Dulu sama sekarang juga masih sama siy, masih banyak ketidaktahuannya, jadi emang wajib belajar lagi-dan-lagi. Caela.
Ada satu bagian tergeli yang muncul adalah ketika me-Re-Read tulisan lama. Dilihat lembar-per-lembar, coba-coba meraba bahasa ataupun kosa kata yang pernah ditulis pada jamannya. Coba-coba dipahami lagi, sampai akhirnya geli sendiri. Setuju banget kalo ada yang bilang: You’ll laugh when you looked back what you made at few years ago. Memang ya, kelakuan itu kadang perlu sering – sering ditertawai.
Terus bagaimana bahasa dan kosakata yang digunakan sekarang? Masih sama doong, masih samanya dan lebih menggelikan. Gw, lo and we are swag hahahahaha.
Saat kicik, ngga banyak yang tau privacy kecil saya ini, kecuali tadi si Mama. Dan, kalau kamu pernah menjadi bagian dari lingkaran pertemanan saya, memorable-lah, tidak perlu diragukan lagi sudah dipastikan kamu ada di dalamnya.
Hmm, tapi ya tapi ya mungkin kalau sekarang orang lain melihat saya menulis akan komentar, “Ow, paling Mbak Anya lagi sibuk menulis revisi catatan finance”. Hahaha. Lain waktu saya akan sharing ya bagaimana jelimetnya nulis finance. Hahaha. See you.
Leave a Reply